Kamis, 14 Maret 2013

Komunikasi Verbal, Komunikasi Non Verbal, Bentuk Dan Teknik Komunikasi, Etika Komunikasi



PENGANTAR KOMUNIKASI
Komunikasi Verbal, Komunikasi Non Verbal, Bentuk Dan Teknik Komunikasi, Etika Komunikasi
Oleh :
Nama                         : Yestri Hidayati        
NPM                         : A1E011062

                           
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012
1.        KOMUNIKASI VERBAL
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Pengertian Komunikasi Verbal
Istilah verbal dalam kamus bahasa indonesia adalah lisan, maksudnya komunikasi dilakukan antara pembicara dan pendengar hanya menggunakan lisan saja. Mahmud Machfoedz mengungkapkan bahwa komunikasi verbal ialah ”Komunikasi yang dilakukan secara lisan melalui suatu percakapan”.
Sedangkan dalam ilmu komunikasi menyatakan bahwa istilah komunikasi verbal yaitu proses penyampaian informasi berupa lisan dan tulisan. Hal ini sependapat dengan Drs. PC Bambang Herimanto, MM bahwa: ”Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang biasa digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain melalui tulisan dan maupun lisan”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi verbal adalah suatu kegiatan percakapan/penyampaian informasi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan.
Berikut ini contoh penggunaan komunikasi verbal dalam kehidupan sehari-hari, antara lain:
- Berbicara dengan seseorang atau kelompok orang,
- Mendengarkan radio,
- Membaca buku, majalah dan novel,
- Menulis surat lamaran, surat perjanjian jual beli, brosur, dll.

Tujuan Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan secara langsung bertatap muka antara komunikator dengan komunikan, seperti berpidato atau ceramah. Selain itu juga, komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon. Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media surat, lukisan, gambar, grafik dan lain-lain.
Adapun tujuan menggunakannya komunikasi verbal (lisan dan tulisan) antara lain:
  • Penyampaian penjelasan, pemberitahuan, arahan dan lain sebagainya,
  • Presentasi penjualan dihadapan para audien,
  • Penyelenggaraan rapat,
  • Wawancara dengan orang lain,
  • Pemasaran melalui telepon, dsb.

2.        KOMUNIKASI NONVERBAL
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Pengertian Komunikasi Nonverbal
Don Stacks dalam bukunya Introduction to Communication Theory menjelaskan bahwa perhatian untuk mempelaji aspek-aspek dalam komunikasi non-verbal masih sangat kecil, sehingga dari banyak referensi tentang komunikasi antar manusia, kita lebih banyak menemukan batasan mengenai komunikasi verbal. Dicontohkannya Frank E.X Dance dan Carl E. Larson menawarkan lebih dari seratus definisi tentang komunikasi verbal.

Secara sederhana, komunikasi non-verbal dapat didefinisikan sebagai berikut: Non berarti tidak, Verbal bermakna kata-kata (words), sehingga komunikasi non-verbal dimaknai sebgai komunikasi tanpa kata-kata.
Adler dan Rodman dalam bukunya Understanding Human Communication, batasan yang sederhana tersebut merupakan langkah awal untuk membedakan apa yang disebut dengan vocal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan mulut dan verbal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan kata-kata.
Dengan demikian, definisi kerja dari komunikasi non-verbal adalah pesan lisan dan bukan lisan yang dinyatakan melalui alat lain di luar alat kebahasaan (oral and non-oral messages expressed than linguistic means).
Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
1.      Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
2.      Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
3.      Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
4.      Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
5.      Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
6.      Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
7.      Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
8.      Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.
Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
1.      Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
2.      Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
3.      Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
4.      Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5.      Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:
1.      Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
2.      Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
3.      Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
4.      Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
5.      Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
6.      Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).
Tiga ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal dan nonverbal.
a.         Lambang-lambang non-verbal digunakan paling awal sejak kita lahir di dunia ini, sedangkan setelah tumbuh pengetahuan dan kedewasaan kita, barulah bahasa verbal kita pelajari.
b.        Komunikasi verbal dinilai kurang universal dibanding komunikasi non-verbal. Bila kita pergi ke luar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh masyarakat di negara tersebut, kita bisa menggunakan isyarat-isyarat non-verbal dengan orang-orang yang kita ajak berkomunikasi.
c.         Komunikasi verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa non-verbal yang lebih merupakan aktivitas emosional. Artinya, bahwa dengan bahasa verbal, sesungguhnya kita mengkomunikasikan gagasan dan konsep-konsep yang abstrak, sementara melalui bahasa nonverbal, kita mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian, perasaan dan emosi yang kita miliki.
Tipe-tipe komunikasi berikut ini :



Komunikasi vokal
Komunikasi non-vokal
Komunikasi verbal
Bahasa lisan
Bah tertulisas
Komunikasi non-verbal
Nada suara
isyarat
Desah
gerakan
jeritan
penampilan
Kualitas vokal
Expresi wajah

Sumber : Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human Communication, Second edition
 Tabel tipe-tipe komunikasi diatas dapat dibaca sebagai berikut:
Komunikasi verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah bahasa lisan, sedang yang tergolong dalam komuikasi non-vokal adalah bahasa tertulis. Sementara komunikasi non-verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah nada suara, desah, jeritan dan kualitas vocal; dan yang termasuk dalam klasifikasi komunikasi non-vokal adalah isyarat, gerakan (tubuh), penampilan (fisik), ekspresi wajah dan sebagainya. Atau kita dapat membaca tabel diatas secara terbalik, diawali dengan komunikasi vokal dan non-vokal terlebih dahulu.
Batasan lain mengenai komunikasi non-verbal dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, yaitu :
Frank E.X. Dance dan Carl E. Larson: Komunikasi non-verbal adalah sebuah stimuli yang tidak bergantung pada isi simbolik untuk memaknainya (a stimulus not dependent on symbolic content for meaning).
Edward Sapir: Komunikasi non-verbal adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak dimana pun juga, diketahui oleh tidak seorang pun dan dimengerti oleh semua (an elaborate code that is written nowhere, known to none, and understood by all).
Malandro dan Barker yang dikutip dari Ilya Sunarwinadi: komunikasi Antar Budaya memberikan batasan-batasannya sebagai berikut :
·         Komunikasi non-verbal adalah komunikasi tanpa kata-kata
·         Komunikasi non-verbal terjadi bila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara
·         Komunikasi non-verbal adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang lain
·         Komunikasi non-verbal adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau, perilaku mata dan lain-lain.
Perbedaan antara Komunikasi Verbal dan Non-Verbal
Secara sekilas telah diuraikan pada bagian awal tulisan ini, bahwa antara komunikasi verbal dan non-verbal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti kedua bahasa tersebut bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu makna. Namun, keduanya juga memiliki perbedaan-perbedaan.
Dalam pemikiran Don Stacks dkk. ada tiga perbedaan utama diantara keduanya yaitu kesengajaan pesan (the intentionality of the massage), tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism in the act or message), dan mekanisme pemrosesan (processing mechanism).
Kesengajaan
Satu perbedaan utama antara komunikasi verbal dan non-verbal adalah persepsi mengenai niat (intent). Pada umumnya niat ini menjadi lebih penting ketika kita membicarakan lambang atau kode verbal.
Michael Burgoon dan Michael Ruffner menegaskan bahwa sebuah pesan verbal adalah komunikasi, kalau pesan tersebut :
o   Dikirimkan oleh sumber dengan sengaja
o   Diterima oleh penerima secara sengaja pula
Komunikasi non-verbal tidak banyak dibatasi oleh niat (intent) tersebut. Persepsi sederhana mengenai niat ini oleh seorang penerima sudah cukup dipertimbangkan menjadi komunikasi non-verbal. Sebab, komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal. Selain itu, komunikasi non-verbal mengarah pada norma-norma yang berlaku, sementara niat atau intent tidak terdefinisikan dengan jelas. Misalnya, norma-norma untuk penampilan fisik. Kita semua berpakaian , namun beberapa sering kita dengan sengaja berpakaian untuk sebuah situasi tertentu? Beberapa kali seorang teman member komentar terhadap penampilan kita ? persepsi receiver mengenai niat ini sudah cukup untuk memenuhi persyaratan guna mendefinisikan komunikasi nonverbal.
Perbedaan-perbedaan Simbolik (Symbolic Differences)
Komunikasi verbal dengan sifat-sifatnya merupakan suatu bentuk komunikasi yang diantarai (mediated form of communication). Dalam arti kita mencoba mengambil kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan pada suatu pilihan kata. Kata-kata yang digunakan adalah abstraksi yang telah disepakati maknanya, sehingga komunikasi verbal bersifat intensional dan harus ‘dibagi’ diantara orang-orang yang terlibat dalam tindak komunikasi.
Sebaliknya, komunikasi non-verbal lebih alami, ia beroperasi sebagai norma dan perilaku yang didasarkan pada norma. Mehrabian menjelaskan bahwa komunikasi verbal dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa non-verbal bersifat implicit. Artinya, isyarat-isyarat verbal dapat didefinisikan melalui sebuah kamus yang eksplisit dan lewat aturan-aturan sintaksis, namun hanya ada penjelasan yang samar-samar dan informal mengenai signifikansi beragam perilaku non-verbal.
Mengakhiri bahasan mengenai perbedaan simbolik ini, kita mencoba untuk melihat ketidaksamaan antara tanda (sign) dengan lambang (symbol). Tanda adalah sebuah representasi alami dari suatu kejadian atau tindakan. Ia adalah apa yang kita lihat atau rasakan. Sendangkan lambang mempresentasikan tanda melalui abstraksi.
Komunikasi verbal lebih spesifik dari bahasa non-verbal, dalam arti ia dapat dipakai untuk membedakan hal-hal yang sama dalam sebuah cara yang berubah-ubah, sedangkan bahasa kontroversi lebih mengarah pada reaksi-reaksi alami seperti perasaan atau emosi.
Mekanisme Pemprosesan
Perbedaan ketiga antara komunikasi verbal dan non-verbal berkaitan dengan bagaimana kita memproses informasi. Semua informasi termasuk komunikasi diproses melalui otak, kemudian otak kita tersebut menafsirkan informasi ini lewat pikiran yang berfungsi mengendalikan perilaku-perilaku fisiologis (refleks) dan sosilogis (perilaku yang dipelajari dan perilaku social).
Satu perbedaan utama dalam pemrosesan ada dalam tipe informasi pada setiap belahan otak. Secara tipikal, belahan otak sebelah kiri adalah tipe informasi yang lebih tidak berkesinambungan dan berubah-ubah, sementara belahan otak sebelah kanan, tipe informasinya lebih berkesinambungan dan alami.

Berdasarkan pada perbedaan tersebut, pesan-pesan verbal dan non-verbal berbeda dalam konteks struktur pesannya. Komunikasi non-verbal kurang terstruktur. Aturan-aturan yang ada ketika berkomunikasi secara non-verbal adalah lebih sederhana dibanding komunikasi verbal yang mempersyaratkan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis. Komunikasi non-verbal secara tipikal diekspresikan pada saat tindak komunikasi berlangsung.
Tidak seperti komunikasi masa lalu atau komunikasi masa mendatang. Selain itu, komunikasi non-verbal mempersyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks dimana interaksi tersebut terjadi, sebaliknya komunikasi verbal justru menciptakan konteks tersebut.
Beberapa Pendekatan dalam Teori Komunikasi Non-verbal
Permulaan dari studi komunikasi non-verbal modern seringkali diidentifikasikan dengan karya Darwin, "The Expression of Emotions in Man and Animals". Perhatian Darwin terhadap komunikasi non-verbal terutama berkaitan dengan fungsinya sebagai sebuah teori untuk menjelaskan mengenai penampilan (theory of performance), sebuah cara berpidato yang mengindentifikasikan suasana hati, sikap atau perasaan.
Dari karya Darwin ini, perhatian komunikasi non-verbal telah memunculkan kajian antar disiplin. Dari hasil karyanya pula, telah dikembangkan tiga perspektif teoritis, yaitu the ethological approach (studi mengenai kesamaan-kesamaan antara perilaku manusia dengan perilaku binatang), the anthropological approach dan the functional approach.
1.        Ethological Approach (Pendekatan Etologi)
Menurut Darwin, emosi manusia seperti halya emosi dari binatang dapat dilihat dari wajahnya. Darwin mengasumsikan bahwa komunikasi non-verbal dari makhluk hidup yang berbeda sebenarnya adalah sama. Orang-orang yang mendukung pandangannya seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa ekspresi non-verbal pada budaya manapun esensinya sama, karena komunikasi non-verbal tidak dipelajari, ia adalah bagian alami dari keberadaan manusia. Dua contoh etologis yang sering disebut-sebut adalah senyuman dan ekspresi wajah yang dapat ditemukan pada kultur manapun juga.

2.        Teori Struktur Kumulatif
Dalam teorinya ini, Ekman dan Friesen memfocuskan analisisnya pada makna yang diasosiasikannya dengan kinesic. Teori mereka disebut 'cumulative structure' atau ‘meaning centered’ karena lebih banyak membahas mengenai makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan ekspresi wajah ketimbang struktur perilaku. Mereka beranggapan bahwa seluruh komunikasi non-verbal merefleksikan dua hal: apakah suatu tindakan yang disengaja dan apakah tindakan harus menyertai pesan verbal.
Hal ini dapat dicontohkan pada kasus ketika seseorang menceritakan kepada gerak tangannya yang menunjukkan tinggi dan ekpresi wajah yang gembira. Gerak tangan yang menunjukkan tinggi ini tidak akan memiliki arti tanpa disertai ungkapan verbal, jadi tindakan ini disengaja dan memiliki makna tertentu. Lain halnya dengan wajah yang gembira, yang dapat berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa bantuan pesan verbal. Meskipun demikian, kedua tindakan tersebut telah manambahkan kepada makna yang berkaitan dengan interaksi antara kedua orang tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen disebut sebagai expressive behavior’.
Selanjutnya, Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori dari expressive behavior yaitu emblem, illustrator, regulator dan penggambaran perasaan, dimana masing-masing memberikan kedalaman pada makna yang berkaitan dengan situasi komunikasi.
Emblem adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya adalah setuju, pujian atau ucapan selamat jalan yang dapat digantikan dengan anggukan kepala, acungan jempol, atau lambaian tangan.
Illustrator adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah persoalan serius, atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
Regulator adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari regulator dalam percakapan antara lain adalah senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur arus informasi pada suatu situasi percakapan.
Adaptor yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan kenyamanan batu tubuh atau emosi. Terdapat dua subkategori dari adaptor, yaitu self’ (seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung) dan ‘object (menggigit pensil, memainkan kunci). Perilaku ini biasanya dipandang sebagai refleksi kecemasan atau perilaku negatif.
Pengambaran emosi atau effect display yang dapat disengaja maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut Ekman dan Friesen, terdapat tujuh bentuk affect display yang berbeda dapat diungkap secara bersamaan dan bentuk seperti ini disebut affect blend.
3.        Teori Tindakan (Action Theory)
Morris juga mengemukakan suatu pandangan mengenai kinesic yang lebih didasarkan pada tindakan. Dia mengasumsikan bahwa perilaku tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah. Menurutnya, terdapat lima kategori yang berbeda dalam tindakan yaitu;
1.      Inborn (pembawaan) merupakan instink yang memiliki sejak lahir, seperti perilaku menyusu
2.      Discovered (ditemukan), diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetic tubuh, seperti menyilangkan kak
3.      Absorp (diserap), diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (biasanya teman) seperti meniru ekspresi atau gerakan seseorang.
4.      Trained (dilatih), diperoleh dengan belajar, seperti berjalan, mengetik, dan sebagainya.
5.      Mixed (campuran), diperoleh melalui berbagai macam cara yang mencakup keempat hal di atas.

4.        Anthropological Approach (Pendekatan Antropologi)
Pendekatan antropologis menganggap komunikasi non-verbal terpengaruh oleh kultur atau masyarakat, dan pendekatan ini diwakili oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall.
5.        Analogi Lingustik
Dalam teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa komunikasi non-verbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal. Bahasa distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang disebut dengan kata. Kombinasi kata dalam suatu konteks akan membentuk kalimat, dan berikutnya kombinasi kalimat akan membentuk paragraph. Birdwhistell mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi dalam konteks non-verbal, yaitu terdapat ‘bunyi non-verbal’ yang disebut allokines (suatu gerakan tubuh terkecil yang sering kali tidak dapat dideteksi). Kombinasi allokines akan membentuk kines dalam suatu bentuk yagn serupa dengan bahasa verbal, yang dalam teori ini disebut sebagai analogi linguistic.
6.        Analogi Kultural
Analogi cultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall membahas komunikasi non-verbal dari aspek proxemics dan chronemics. Teori Hall mengenai proxemics mengacu kepada penggunaan ruang sebagai ekspresi specific dari kultur. Teori Hall mencakup batasan-batasan mengenai ruang yang disebutnya sebagai lingkungan, territorial, dan personal. Lebih lanjut dia mengemukakan adanya tiga jenis ruang masing-masing dengan norma dan ekspektasi yang berbeda, yaitu informal space, ruang terdekat yang mengitari kita (personal space), fixed feature space yaitu benda disekitar lingkungan dekat kita yang realatif sulit bergerak atau dipindahkan seperti rumah, tembok dan lain-lain. Semifixed-feature space yaitu barang-barang yang dapat dipindahkan yang berada dalam fixed-feature space.
Salah satu aspek terpenting dari teori Hall adalah kajiannya mengenai preferensi dalam personal space. Menurutnya, preferensi ruang seseorang ditentukan oleh tujuh faktor yang saling berkaitan yang tedapat dalam tiap kultur. Yang pertama adalah Jenis kelamin dan posisi dari setiap orang yang saling berinteraksi, yaitu lelaki atau perempuan dan apakah mereka duduk, berdiri dan sebagainya. Kedua, sudut pandang yang terbentuk oleh bahu dan dada/pungung dari orang yang berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan (factor kinesthetic). Ketiga, sentuhan dan jenis sentuhan (factor zero-proxemic). Keempat, frekuensi dan cara-cara kontak mata (factor visual code). Kelima, persepsi tentang panas tubuh yang dapat dirasakan ketika berinteraksi (factor thermal code). Keenam, odor atau bau yang tercium ketika berinteraksi. Tujuh, kerasnya atau volume suara dalam interaksi.
Dalam analisisnya mengenai chronemics atau waktu sebagai salah satu tanda non-verbal, Hall mengemukakan bahwa norma-norma waktu ditentukan dalam berbagai kultur dalam bentuknya yang berbeda-beda. Waktu memiliki apa yang disebut dengan formal-time, informal-time, dan technical-time. Formal-time mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai, memiliki durasi dan kedalaman. Informal time biasanya didefinisikan secara longgar dalam kultur, dan bekerja pada tataran psikologis dan sosiologis serta diungkapkan melalui individu atau kelompok.

3.        BENTUK KOMUNIKASI
              Bentuk komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk seperti
     berikut.           

    A                                     B         Komunikasi tunggal         

                                                            timbal balik

  A          B          C       D        E         Komunikasi searah   

                                                            Berantai (chain)
   A           B    C             D                                                                  A
          E                  F                      
            H              I                                                      B                                          
                    C
                 K       
Komunikasi Y

                                  
                                                                                                                
                    A           G                                                                   
H
 
L                                                                                                                    
B
                   F                                                                                  
      komunikasi roda (wheel)                  komunikasi  segala arah (star)
A


                                    Komunikasi gosip
Gambar . Bentuk Komunikasi              

              Hambatan-hambatan Komunikasi

           Ada beberapa hal yang dapat menjadi penghambat atau penghalang dalam proses berkomunikasi. Penghambat tersebut dikenal dengan istilah barrier, noises, atau bottle neck communication.

4.       TEKNIK BERKOMUNIKASI SECARA EFEKTIF
          Untuk menjadi komunikator dan komunikan yang baik, atasilah hambatan-hambatan komunikasi tersebut. Di samping itu jadilah:  (1) pendengar yang baik, (2) pembicara yang efektif, (3)pembaca yang baik, (4) penulis yang baik.
Cara Menjadi Pendengar yang baik  
Jadilah ACTIVE LISTEN  yaitu singkatan dari:
Attention (penuh perhatian)
Concern (tertarik)
Timing (pilih waktu yang tepat)
Involvement (merasa turut terlibat)
Vocal tones (irama suara memiliki saham 38% terhadap komunikasi)
Eyes contact (adakan kontak mata)
Look (lihat bahasa tubuh)
Interest (tunjukkan minat)
Summarize (singkat intisari pesan)
Territory (batasi hal-hal penting)
Empathy (penuh perasaan)
Nod (mengangguklah tanda Anda sudah memahami atau setuju).
(Verma,1988).
Cara menjadi pembicara yang baik                   
1)      Kuasai materi yang akan dibicarakan
2)      Buat sistematika pembicaraan (pembukaan, isi, dan penutup)
3)      Usahakan isi pesan bermakna dan berkesan bagi pendengar
4)      Siapkan diri agar tampil dalam keadaan segar bugar dan bersemangat.
5)      Berpakaian yang sopan dan rapi
6)      Timbulkan rasa percaya diri, anggap Andalah yang paling menguasai materi pembicaraan dibandingkan dengan pendengarnya.
7)      Lakukan kontak mata untuk meningkatkan komunikasi
8)      Konsentrasi pada materi pembicaraan.
9)      Gunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami pendengarnya (disesuaikan dengan kemampuan pendengarnya)
10)  Berbicara jangan terlalu cepat atau terlalu lambat.
11)  Memberi tekanan nada suara (intonasi) pada bagian-bagian yang penting agar tidak monoton.
12)  Gunakan variasi gerakan badan, dan mimik wajah
13)  Gunakan multi media bervariasi pada presentasi
14)  Adakan pertanyaan untuk umpan balik.
15)  Gunakan homor seperlunya  yang relevan dan sopan agar suasana menjadi tidak membosankan.
Albert Meharabian  memberikan rumus komunikasi sebagai berikut.
Pengaruh pesan keseluruhan = kata-kata (7%) + nada suara (38%) +  mimik wajah (55%).
Sebagai pembicara yang baik   menurut Verma (1996) harus memenuhi tiga langkah: (1) pendahuluan (katakan apa yang akan dikatakan), (2) menerangkan (jelaskan sesuatu), dan (3) ringkasan (sampaikan inti yang telah Anda katakan tadi).
Cara menjadi penulis surat yang baik
1)      Kuasai substansi yang akan ditulis
2)      Kuasai dan terapkan pedoman format surat dinas yang berlaku.
3)      Kuasai bahasa.
Cara menjadi pembaca yang baik
         Gunakan PQRST atau SQ3R. Prereview (melihat keseluruhan bahan bacaan biasanya melalui daftar isi), Questions (bertanya dalam hati, “Mana yang perlu dibaca atau mana yang dibutuhkan”.? . Read  (Baca), Self-evaluation (adakan penilaian sendiri, bacaan mana yang cocok untuk diterapkan sesuai dengan sosial budaya kita), Test (uji penerapan bacaan itu berdasarkan data lapangan). Atau dapat pula menggunakan prinsip SQ3R yaitu Survey = prereview di atas, Question, Read, Review.     
             Setiap leader atau manajer suka atau tidak suka selalu terlibat dalam rapat (meeting). Dalam rapat terjadi komunikasi. Agar komunikasi rapat efektif, Verma (1996) memberikan sarannya seperti singkatan GREAT berikut ini.          
Goals (tujuan rapat harus memenuhi kriteria smart (specific,measurable,  achievement, Results-oriented, and timely).
Roles and Rules; Peran dan aturan main dipatuhi.
Expectation (harapan haarus didefinisikan dengan jelas)
Agendas (agenda harus dibagikan)
Timely (waktu adalah uang menjadi sensitif bagi anggota untuk mematuhi  jadwal hadir. Tentukan jam berapa mulai dan berakhirnya rapat).
Teknik komunikasi persuasif
Istilah persuasi bersumber pada perkataan Latin persuasion. Kata kerjanya adalah persuader yang berarti membujuk, mengajak, merayu.
Para ahli komunikasi sering kali menekankan bahwa persuasi adalah kegiatan psikologis. Penegasan ini dimaksudkan untuk mengadakan perbedaan dengan koersi. Tujuan persuasi dan koersi adalah sama yakni untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, tetapi jika persuasi dilakukan dengan halus, luwes, yang mengandung sifat-sifat manusiawi, koersi mengandung sanksi. Perintah , instruksi , suap, pemerasan adalah koersi.
Akibat dari kegiatan koersi adalah perubahan sikap, pendapat, perilaku  dengan perasaan terpaksa karena diancam. Sedangkan akibat kegiatan persuasi adalah kesadaran, kerelaan dengan perasaan senang.
Sehubungan dengan proses komunikasi persuasif, berikut ini adalah teknik teknik yang dipilih:
a.       Teknik asosiasi
Teknik asosiasi adalah penyajian pesan komunikasi dengan menumbupangkannya pada suatu objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak.Teknik ini sering dilakukan oleh kalangan bisnis atau kalangan politik.
b.      Teknik integrasi
Teknik integrasi maksudnya adalah kemampuan komunikator untuk menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan. Ini berarti bahwa, melalui kata-kata verbal atau nirverbal, komunikator menggambarkan bahwa ia “senasib” dan karena itu menjadi satu dengan komunikan.
Teknik ini biasa digunakan oleh redaktur surat kabar dalam menyusun tajuk rencana. Di situ selalu dikatakan “kita”, bukan “kami” yang berarti pemikiran yang dituangkan ke dalam tajuk rencana buka halnya pemikiran redaksi saja, melainkan juga pendapat dari pembaca.
c.       Teknik ganjaran
Teknik ganjaran adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara mengiming-iming hal yang menguntungkan atau hal yang menjanjikan harapan.
d.      Teknik tataan
Yang dimaksudkan dengan tataan disini sebagai terjemahan dari icing adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa, sehingga enak didengar atau dibaca serta termotivasikan untuk melakukan sebagaimana disarankan oleh pesan tersebut.
e.       Teknik red-herring
Istilah red-herring sukar diterjemahkan ke dalam Bahsa Indonesia, sebab red-herring adalah nama ikan yang hidup di samudra Atlantik Utara.jenis ikan ini terkenal dengan kebiasaannya dalam membuat gerak tipu ketika diburu binatang lain atau manusia.
Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasif adalah seni seseorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya. Jadi teknik ini dilakukan pada saat komunikator berada dalam posisi yang terdesak.

5.        ETIKA KOMUNIKASI
Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan hak yang paling mendasar. Jika hak itu tidak dijamin akan memberi kebebasan berpikir sehingga tidak mungkin bisa ada otonomi manusia. Hak untuk berkomunikasi di ruang publik ini idak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi yang didasarkan pada kebebasan untuk berekspresi (B. Libois, 2002: 19). Jadi, untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanya mungkin apabila hak untuk berkomunikasi di publik dihormati. Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin otonomi demokrasi tersebut.
Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalah prilaku aktor komunikasi (wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah produksi). Etika komunikasi berhubungan juga dengan praktek institusi, hukum, komunitas, struktur sosial, politik dan ekonomi. Lebih dari itu, etika komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik itu. Etika komunikasi memilik tiga dimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu
1.Aksi komunikasi
Aksi komunikasi yaitu dimensi yang langsung terkait dengan perilaku aktor komunikasi. Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. Aspek etisnya ditunjukkan pada kehendak baik ini diungkapkan dalam etika profesi dengan maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus dalam deontologi jurnalisme.
Mudah sekali para aktor komunikasi mengalihkan tanggung jawab atau kesalahan mereka pada sistem ketika dituntut untuk mempertanggungjawabkan elaborasi informasi yang manipulatif, menyesatkan publik atau yang berbentuk pembodohan.
2. Sarana
Pada tingkat sarana ini, analisis yang kritis, pemihakan kepada yang lemah atau korban, dan berperan sebagai penengah diperlukan karena akses ke informasi tidak berimbang, serta karena besarnya godaan media ke manipulasi dan alienasi. Dalam masalah komunikasi, keterbukaan akses juga ditentukan oleh hubungan kekuasaan. Pengunaan kekuasaan dalam komunikasi tergantung pada penerapan fasilitas baik ekonomi, budaya, politik, atau teknologi (bdk. A. Giddens, 1993:129). Semakin banyak fasilitas yang dimiliki semakin besar akses informasi, semakin mampu mendominasi dan mempengaruhi perilaku pihak lain atau publik. Negara tidak bisa membiarkan persaingan kasar tanpa bisa membiarkan persaingan kasar tanpa penengah diantara para aktor komunikasi maupun pemegang saham. Pemberdayaan publik melalui asosiasi warga negara, class action, pembiayaan penelitian, pendidikan untuk pemirsa, pembaca atau pendengar agar semakin mandiri dan kritis menjadi bagian dari perjuangan etika komunikasi.
3. Tujuan
Dimensi tujuan menyangkut nilai demokrasi, terutama kebebasan untuk berekspresi, kebebasan pers, dan juga hak akan informasi yang benar. Dalam negara demokratis, para aktor komunikasi, peneliti, asosiasi warga negara, dan politisi harus mempunyai komitmen terhadap nilai kebebasan tersebut. Negara harus menjamin serta memfasilitasi terwujudnya nilai tersebut.

Menjamurnya Sarana Komunikasi
Menjamurnya sarana komunikasi, terbentuknya sistem media yang beragam dan kompetitif mempengaruhi media komunikasi politik. Sistem media komunikasi politik ini diwarnai oleh tiga hal: pertama, kelahiran berbagai bentuk jurnalistik. Kedua, teknologi ini memungkinkan tersedianya setiap saat berita baru melalui sistem penyebaran internet dan sumber informasi lainnya. Ketiga, sistem komunikasi, organisasi, dan aliran komunikasi massa tidak lagi didefenisikan oleh batas-batas negara. Teknologi satelit memperluas dan mempercepat penayangan kejadian ke seluruh penjuru dunia.
Tersedia informasi, semakin mudahnya akses, luasnya sumber informasi, mudahnya mekanisme pertukaran pendapat/informasi mengubah harapan masyarakat dan meningkatkan kesadaran kritis mereka. Semakin banyak pula saluran yang memberi banyak pilihan kepada masyarakat untuk mengikuti politik, tidak hanya pemerintah saja. Politik harus bersaing pula dengan proglam lainyang tidak kalah menariknya, seperti hiburan, olahraga, selebriti, dan mode.
Jurnalisme politik harus mampu bersaing untuk merebut hati para audiencenya. Karena semakin luasnya ranah jurnalisme, bentuk persaingan itu memacu semakin banyak pemain yang terlibat atau para pembuat berita dalam jurnalisme politik: narasumber, wartawan investigatif, tabloid, website, dan rakyat biasa.
Prinsip Pelayanan Publik
Betapapun prioritas pada orientasi keuntungan, suatu media masih tetap membutuhkan legitimasi yang hanya bisa didapat jika ada manfaat publik. Jika tidak sepenuhnya benar pernyataan yang mengatakan bahwa media di bawah kontrol pemerintah hanya melayani pemerintah dan media swasta hanya melayani kepentingan pemodal.
Pelayanan publik adalah semua kegiatan yang pemenuhannya harus dijamin, diatur, dan diawasi oleh pemerintah karena pemenuhannya diperlukan untuk pewujudan dan perkembangan saling ketergantungan sosial, dan pada hakikatnya, perwujudan sulit terlaksana tanpa campur tangan kekuatan pemerintah (B. Libois, 2002: 139).
Pelayanan publik dapat dimengerti sebagai pengambilalihan tanggung-jawab oleh kolektivitas atas sejumlah kekayaan, kegiatan atau pelayanan yang harus lepas dari logika kepemilikan pribadi atau swasta dan harus dihindarkan dari tujuan melulu mencari keuntungan.

Etika Komunikasi di Dalam Situasi Konflik
Orang sering menyembunyikan dan protes terhadap media massa tertentu karena dianggap memanipulasi berita. Para pemimpin redaksi dan wartawan dihadapkan dengan masalah pada situasi konflik. Mereka sering dituduh, disatu pihak, ikut mengobarkan kebencian dan konflik melalui media, di lain pihak, berkat wartawan. Orang mendapat informasi mengenai suatu kejadian.
Semua orang tahu peran media adalah mempunyai dan membentuk opini. Membentuk opini dalam situasi konflik perlu diterjemahkan dalam perannya meredakan ketegangan. Berita seharusnya mencerminkan peran juru bicara derita kemanusiaan. Maka, toleransi perlu diciptakan. Toleransi dalam situasi konflik harus lebih konkrit yaitu berpihak pada korban. Siapa pun korban itu kalau demi korban harus dibela.
Jika sudah amplop yang sudah berperan dalam pembusukan wartawan atau redaksi. Pada situasi seperti ini, integritas moral dan sikap kritis jajaran redaksi dan wartawan sedang di uji.
Salah satu kenyataan yang harus diperhitungkan adalah bahwa pers adalah perusahaan. Koran, majalah atau informasi audiovisual yang memiliki, di satu pihak, pemegang saham, dilain pihak, redaksi yang terdiri dari wartawan profesional. Cukup sering kepentingan utama pemegang saham tidak sesuai dengan deontologi yang mengatur profesi wartawan. Lebih-lebih kepentingan pemegang saham sangat beragam. Ada yang lebih menekankan keberhasilan ekonomi, ada yang memberi prioritas pada kepentingan politik, ada yang menekankan humanisme.
Ketegangan bisa mewarnai hubungan antara tim manajemen dan tim redaksi. Orientasi pasar makin memperparah ketegangan dan merugikan upaya untuk memberi prioritas pada kebenaran. Terjadi destabilisasi keseimbangan hubungan antara penguasa keuangan dan intelektual. Media yang berkelangsungannya dipertaruhkan dengan demikian akan mudah dikontrol. Media selain menghadapi konflik intern juga mneghadapi tekanan dari berbagai institusi dan organisasi yang
merasa terancam dengan sikap kemandirian dan sikap kritisnya.
Sering kali opini sangat dipengaruhi oleh opini pembaca atau pemirsa, tidak hanya pemilik saham. Pandangan ini ditegaskan oleh James Curran dengan alasan : pertama, pemilik media perlu mempertahankan kepentingan pembaca agar tetap diminati; kedua, pemilik dan staf redaksi ingin mendapatkan legitimasi publik untuk menghindari sanksi masyarakat; ketiga, media sangat dipengaruhi oleh kepribadian profesional dari stagnya. Ketiga pertimbangan ini menunjukkan adanya kekuatan yang bisa melawan subordinasi media oleh komitmen politik dan kepentingan ekonomi pemegang saham.
Bisa dianggap naif bila melebih-lebihkan peran pembaca atau audience. Pembaca/pendengar/pemirsa cenderung reaktif dari pada proaktif. Mereka lebih memilih atau bereaksi terhadap apa yang ada di pasar atau yang disajikan dari pada berinisiatif mengusulkan sesuatu. Dan dari luasnya pilihan di pasar rill bisa diperkirakan sejauh mana kekuasaan konsumen itu efektif.
Selain itu, perlu diperhitungkan pula bahwa cek dan keseimbangan memang bisa diciptakan untuk melindungi media dari campur tangan negara karena budaya politik demokrasi akan sangat kritis bila pemerintah dirasa campur tangan membatasi kebebasan media. Namun, tidak demikian halnya kalau pembatasan itu datang dari pemilik saham lebih celaka lagi, para pembaca, pendengar atau pemirsa yang secara kolektif bersiteguh menginginkan pers yang bebas dan berani, justru sering menunjukkan sikap tidak toleran bila informasi atau analisis yang dipublikasikan menganggumereka entah secara individual atau kelompok. Mereka tidak puas hanya protes, cukup sering mereka datang dengan ancaman yang cukup serius. Pena menawarkan, pembaca menentukan. Kehendak untuk mengahalangi media guna menyatakan opini selalu menghadapi ancaman kekerasan. Banyak wartawan harus menghadapi terorisme intelektual dan terorisme fisik. Meskipun orang sering mendengar di antara wartawan terdapat juga yang melakukan pemerasan terhadap sumber berita.
Persoalam yang paling penting adalah menghadapi sumber berita kontraversial. Kontraversial dalam arti bahwa sumber berita sering terlibat dalam kasus kekerasan, dikaitkan secara langsung atau tidak dengan berbagai kerusuhan karena ideologi rasis atau fanatisme agama yang terang-terangan menafikan kelompok lain.
Dari kebutuhan akan sensasi, berita semacam itu memang layak jual di pasaran. Redaksi tentu sudah tahu bahwa pertama-tama bukan kolom opini atau editorial yang membentuk opini masyarakat, tetapi berita. Situasi ini menempatkan media dalam dilema: di satu pihak, memprioritaskan perjuangan melalui wacana.
Protes terhadap media bukan lagi hanya bahwa media telah memperlakukan dalam posisi sama antara pelaku kejahatan dan korban. Tetapi lebih dari itu, media tertentu telah memihak pelaku kekerasan. Dalam konteks ini, bisakah diberlakukan asas praduga tak bersalah sering menjadi awal viktimisasi kedua bagi korban. Kewajiban media dalam situasi konflik adalah sebagai saksi, dan lebih dari itu, media dituntut memihak pada korban. Dengan demikian, tidak mungkin media tidak mengambil sikap. Setidak-tidaknya memberi penjelasan terhadap wacana yang berkembang.
Berbicara etika komunikasi, perlu memperhitungkan bahwa media berjuang juga untuk bisa bertahan secara ekonomis dan sekaligus bisa tetap hidup sebagai pemberi informasi. Masyrakat kita sekarang adalah masyarakat komunikasi. Tidak ada kekuasaan baik politik, ekonomi, agama atau pendidikan yang bisa lepas dari strategi komunikasi. Komunikasi dipahami sebagai informasi yang diorganisir, informasi yang di kontrol, dan informasi yang diarahkan. Memberi informasi lebih dari sekedar berkomunikasi, tetapi mengurai, mengeksplisitkan, dan menyingkap. Dengan kata lain, harus berani mempertanyakan komunikasi yang menjadi dominan di masyarakat.
Analogi Ekonomi dan Etika
Masyarakat seharusnya mengekang diri dengan mengunakan hukum untuk membungkam kritik atau memberi sanksi kepada yang tidak menghendaki konfirmitas. Kebebasan individu untuk berekspresi, memilih gaya hidup dan konflik yang ditimbulkan merupakan dinamika perkembangan masyarakat. Masyarakat memperkuat dirinya dengan mengembangkan individu anggotanya (M. Tebbit, 2002:117). Maka, politik yang cenderung memihak negara atau partisipan kelompok masyarakat tertentu harus diubah menjadi politik yang berpihak kepada warga negara.
Prinsip demokratis, mayoritas yang menentukan, bila diberlakukan dalam hal etika perlu mempertimbangkan analogi Dworkin. Sama halnya mayoritas tidak boleh memonopoli semua sumber ekonomi hanya untuk kelompoknya dan membiarkan yang lain kelaparan, demikian pula mayoritas tidak dibenarkan mendominasi bidang etika sehingga kelompok minoritas sama sekali dicabut dari haknya untuk ikut menentukan lingkungan etika hidupnya (ibid., 124-125).
Televisi menjadi medium yang melahirkan masyarakat komunikatif yang kritis dan produktif. Masyarakat komunikatif yang dihidupi etika komunikasi, yakni cara berkomunikasi yang mempertimbangkan berbagai perspektif kesahihan norma. Yaitu kesahihan kebenaran dan kejujuran, kesahihan ketepatan ruang dan waktu, kesahihan norma dalam perspektif komprehensif. Sebutlah kesahihan etika komunikasi multikultur, etika jurnalistik, dan lainnya.
Ironisnya, industri penyiaran Indonesia selalu membela diri dengan dalih kehendak pasar yang diukur sistem rating sebagai pegas utama bisnis televisi dunia. Padahal, menjadi kenyataan, sistem rating dunia ditumbuhkan atas penghormatan terhadap etika komunikasi sebagai syarat utama perhitungan pasar yang dikelola dalam sistem rating. Artinya, sistem rating televisi Indonesia adalah pasar yang banal, jauh dari pasar demokrasi, hanya membela hak ekonomi tanpa melindungi konsumen.
Semua perbuatan perlu berpandukan kepada nilai-nilai murni yang dipanggil etika sebagai landasan yang menjamin perbuatan itu membuahkan hasil-hasil yang baik. Di dalam semua jenis komunikasi interpersonal, amalkan etikanya. Secara universal nilai-nilai itu ialah:
1. Bersikap Jujur
Apabila menceritakan perasaan, ceritakan dengan jujur apa sebenarnya perasaan yang dirasai. Kalau tersinggung, katakan tersinggung. Gunakan ayat “saya.” Katakan dengan jujur “Saya rasa tersinggung.” Jangan katakan tidak tersinggung. Kalau marah, katakan “Saya marah.” Kalau tidak mahu, katakan “Saya tidak mahu.”
2. Tidak Menuduh
Jangan menuduh dan mempersalahkan sesiapa. Jangan gunakan ayat “awak.” Jangan berkata “Kata-kata awak menyinggung perasaan saya.” Ayat-ayat seperti ini menuduh orang itu bersalah menyebabkannya berasa begitu ataupun begini. Ia akan menyebabkan hubungan menjadi tegang dan komunikasi menjadi negatif.
3. Nilai Bersama
Ada kalanya seseorang berada di tengah-tengah kelompok orang-orang yang mementingkan nilai-nilai bersama. Orang Melayu adalah contoh orang-orang yang mementingkan kepentingan dan tujuan bersama, dan tidak mementingkan tujuan peribadi. Dalam situasi seperti itu, janganlah bercakap kerana hendak memperjuangkan perasaan sendiri. Ikut sama-sama bercakap demi kepentingan semua orang ataupun, lebih baik diam sahaja.
4. Memberi Gambaran Tepat
Sampaikan maklumat dengan tepat. Jangan memberi maklumat palsu. Jangan berdusta. Jangan mengherot-perotkan maklumat. Jangan sengaja menghilangkan sebahagian daripada maklumat itu. Jangan beri gambaran yang salah.
5. Berkata Benar
Jangan sekali-kali mempunyai niat menipu dan memperdaya orang itu.
6. Mematuhi Etika
Jangan mengumpat dan jangan bergosip, apabila mendengar orang lain mengumpat, dengan lembut tegur orang itu, kalau tidak berani, tingglkan tempat itu ataupun jangan dengar.

7.Selaras
            Kata-kata mesti sama dengan apa yang gerak-geri kita ucapkan. Apabila mulut kita berkata “ya,” jangan pula kepala menggeleng-geleng. Kalau mulut berkata “tak mahu,” jangan pula suakan tangan mengambilnya.
8. Tidak Menggangu
Jangan menyampuk dan memotong orang lain yang sedang bercakap. Biarkan dia bercakap sampai habis, baru ambil giliran. Apabila orang lain sedang bercakap berkenaan satu pekara, jangan pula menyebut perkara-perkara lain yang tidak ada kaitan dengan apa yang disebutnya. Jangan buat apa-apa yang mengganggu orang lain daripada bercakap dan mendengar dengan tenang.
9. Bersikap Positif
Jangan bercakap berkenaan perkara-perkara negatif. Jangan suka merungut dan mencari cacat-cela sebaliknya hendaklah sentiasa murah dengan penghargaan dan pengiktirafan.
DAFTAR PUSTAKA
Efendy,Onong.1981.Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Penerbit Alumni
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung:Remaja Rosdakarya.
Siregar,Sandi. 2006.Etika komunikasi. Jogjakarta: Pustaka



Tidak ada komentar:

Posting Komentar