PENGANTAR
KOMUNIKASI
Komunikasi
Verbal, Komunikasi Non Verbal, Bentuk Dan Teknik Komunikasi, Etika Komunikasi
Oleh :
Nama :
Yestri Hidayati
NPM :
A1E011062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012
1.
KOMUNIKASI VERBAL
Simbol atau pesan verbal adalah
semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat
juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat
didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan
simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Pengertian Komunikasi Verbal
Istilah
verbal dalam kamus bahasa indonesia adalah lisan, maksudnya komunikasi
dilakukan antara pembicara dan pendengar hanya menggunakan lisan saja. Mahmud
Machfoedz mengungkapkan bahwa komunikasi verbal ialah ”Komunikasi
yang dilakukan secara lisan melalui suatu percakapan”.
Sedangkan
dalam ilmu komunikasi
menyatakan bahwa istilah komunikasi verbal yaitu proses penyampaian informasi
berupa lisan dan tulisan. Hal ini sependapat dengan Drs. PC Bambang Herimanto,
MM bahwa: ”Komunikasi verbal merupakan salah satu bentuk komunikasi
yang biasa digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan bisnis kepada pihak lain
melalui tulisan dan maupun lisan”.
Sehingga dapat disimpulkan
bahwa komunikasi verbal adalah suatu kegiatan percakapan/penyampaian informasi
yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain, baik secara lisan maupun
tulisan.
Berikut ini contoh penggunaan komunikasi verbal dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain:
- Berbicara dengan seseorang atau kelompok orang,
- Mendengarkan radio,
- Membaca buku, majalah dan novel,
- Menulis surat lamaran, surat perjanjian jual beli, brosur,
dll.
Tujuan Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan secara
langsung bertatap muka antara komunikator dengan komunikan, seperti berpidato
atau ceramah. Selain itu juga, komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan
dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon.
Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak
langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi
dilakukan dengan menggunakan berupa media surat, lukisan, gambar, grafik dan
lain-lain.
Adapun tujuan menggunakannya komunikasi verbal (lisan dan
tulisan) antara lain:
- Penyampaian penjelasan, pemberitahuan, arahan dan lain sebagainya,
- Presentasi penjualan dihadapan para audien,
- Penyelenggaraan rapat,
- Wawancara dengan orang lain,
- Pemasaran melalui telepon, dsb.
2.
KOMUNIKASI
NONVERBAL
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan
pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan
semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara
teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun
dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling
melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Pengertian Komunikasi Nonverbal
Don Stacks
dalam bukunya Introduction to
Communication Theory menjelaskan bahwa perhatian untuk mempelaji
aspek-aspek dalam komunikasi non-verbal masih sangat kecil, sehingga dari
banyak referensi tentang komunikasi antar manusia, kita lebih banyak menemukan
batasan mengenai komunikasi verbal. Dicontohkannya Frank E.X Dance dan Carl E.
Larson menawarkan lebih dari seratus definisi tentang komunikasi verbal.
Secara
sederhana, komunikasi non-verbal dapat didefinisikan sebagai berikut: Non berarti tidak, Verbal
bermakna kata-kata (words),
sehingga komunikasi non-verbal dimaknai sebgai komunikasi tanpa kata-kata.
Adler dan Rodman
dalam bukunya Understanding Human
Communication, batasan yang sederhana tersebut merupakan langkah awal
untuk membedakan apa yang disebut dengan vocal communication yaitu tindak komunikasi yang menggunakan mulut
dan verbal communication yaitu
tindak komunikasi yang menggunakan kata-kata.
Dengan demikian, definisi kerja dari komunikasi
non-verbal adalah pesan lisan dan bukan lisan yang dinyatakan melalui alat lain
di luar alat kebahasaan (oral
and non-oral messages expressed than linguistic means).
Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan
nonverbal sebagai berikut:
1. Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan
tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan
gestural, dan pesan postural.
2. Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan
makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan
paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan,
kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.
Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai
berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan
taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya
baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada
orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan
dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu
terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau
kurang pengertian.
3. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan
seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
4. Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota
badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan
kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke
arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power
mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan
postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c.
Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara
positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap
yang tidak responsif.
5. Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan
ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan
orang lain.
6. Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh,
pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering
berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang
tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk
citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
7. Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang
berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang
sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan
ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
8. Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima
dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan
emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda,
dan tanpa perhatian. Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah
berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah
mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan
jenis.
Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima
fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah
disajikan secara verbal. Misalnya
setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita
menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang
lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan
mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan
nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak
terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau
menggarisbawahinya. Misalnya, anda
mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara
itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems,
menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:
1. Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam
komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka,
kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal.
Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat
petunjuk-petunjuk nonverbal.
2. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan
noverbal ketimbang pesan verbal.
3. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang
relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang
dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
4. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang
sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi
metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud
dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi
repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
5. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih
efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat
tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi,
ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan
pikiran kita secara verbal.
6. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling
tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan
dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu
kepada orang lain secara implisit (tersirat).
Tiga
ciri utama yang menandai wujud atau bentuk komunikasi verbal dan nonverbal.
a.
Lambang-lambang
non-verbal digunakan paling awal sejak kita lahir di dunia ini,
sedangkan setelah tumbuh pengetahuan dan kedewasaan kita, barulah bahasa verbal
kita pelajari.
b.
Komunikasi verbal
dinilai kurang universal dibanding komunikasi non-verbal. Bila kita
pergi ke luar negeri misalnya dan kita tidak mengerti bahasa yang digunakan
oleh masyarakat di negara tersebut, kita bisa menggunakan isyarat-isyarat
non-verbal dengan orang-orang yang kita ajak berkomunikasi.
c.
Komunikasi verbal
merupakan aktivitas yang lebih intelektual dibanding dengan bahasa
non-verbal yang lebih merupakan aktivitas emosional. Artinya, bahwa
dengan bahasa verbal, sesungguhnya kita mengkomunikasikan gagasan dan
konsep-konsep yang abstrak, sementara melalui bahasa nonverbal, kita
mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian, perasaan dan
emosi yang kita miliki.
Tipe-tipe
komunikasi berikut ini :
Komunikasi vokal
|
Komunikasi
non-vokal
|
|
Komunikasi verbal
|
Bahasa lisan
|
Bah tertulisas
|
Komunikasi
non-verbal
|
Nada suara
|
isyarat
|
Desah
|
gerakan
|
|
jeritan
|
penampilan
|
|
Kualitas vokal
|
Expresi wajah
|
Sumber
: Ronald B. Adler, George Rodman, Understanding Human Communication, Second
edition
Tabel tipe-tipe komunikasi diatas dapat dibaca
sebagai berikut:
Komunikasi verbal yang
termasuk dalam komunikasi vokal adalah bahasa lisan, sedang yang tergolong
dalam komuikasi non-vokal adalah bahasa tertulis. Sementara komunikasi
non-verbal yang termasuk dalam komunikasi vokal adalah nada suara, desah,
jeritan dan kualitas vocal; dan yang termasuk dalam klasifikasi komunikasi
non-vokal adalah isyarat, gerakan (tubuh), penampilan (fisik), ekspresi wajah
dan sebagainya. Atau kita dapat membaca tabel diatas secara terbalik, diawali
dengan komunikasi vokal dan non-vokal terlebih dahulu.
Batasan lain mengenai komunikasi non-verbal
dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya, yaitu :
Frank E.X. Dance dan
Carl E. Larson: Komunikasi non-verbal adalah
sebuah stimuli yang tidak bergantung pada isi simbolik untuk memaknainya (a stimulus not dependent on symbolic content
for meaning).
Edward Sapir:
Komunikasi non-verbal adalah sebuah kode yang luas yang ditulis tidak dimana
pun juga, diketahui oleh tidak seorang pun dan dimengerti oleh semua (an elaborate code that is written nowhere,
known to none, and understood by all).
Malandro dan Barker
yang dikutip dari Ilya Sunarwinadi: komunikasi Antar Budaya memberikan
batasan-batasannya sebagai berikut :
·
Komunikasi non-verbal
adalah komunikasi tanpa kata-kata
·
Komunikasi non-verbal
terjadi bila individu berkomunikasi tanpa menggunakan suara
·
Komunikasi non-verbal
adalah setiap hal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi makna oleh orang
lain
·
Komunikasi non-verbal
adalah studi mengenai ekspresi wajah, sentuhan, waktu, gerak isyarat, bau,
perilaku mata dan lain-lain.
Perbedaan
antara Komunikasi Verbal dan Non-Verbal
Secara sekilas telah diuraikan pada bagian awal
tulisan ini, bahwa antara komunikasi verbal dan non-verbal merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti kedua bahasa tersebut bekerja
bersama-sama untuk menciptakan suatu makna. Namun, keduanya juga memiliki
perbedaan-perbedaan.
Dalam pemikiran Don Stacks dkk. ada tiga
perbedaan utama diantara keduanya yaitu kesengajaan
pesan (the intentionality of the massage), tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the
degree of symbolism in the act or message), dan mekanisme pemrosesan (processing mechanism).
Kesengajaan
Satu
perbedaan utama antara komunikasi verbal dan non-verbal adalah persepsi
mengenai niat (intent). Pada umumnya niat ini menjadi lebih penting ketika kita
membicarakan lambang atau kode verbal.
Michael Burgoon
dan Michael Ruffner menegaskan
bahwa sebuah pesan verbal adalah
komunikasi, kalau pesan tersebut :
o Dikirimkan
oleh sumber dengan sengaja
o Diterima
oleh penerima secara sengaja pula
Komunikasi non-verbal tidak banyak dibatasi
oleh niat (intent) tersebut. Persepsi sederhana mengenai niat ini oleh
seorang penerima sudah cukup dipertimbangkan menjadi komunikasi non-verbal.
Sebab, komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan
kurang halus apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal. Selain itu,
komunikasi non-verbal mengarah pada norma-norma yang berlaku, sementara niat
atau intent tidak terdefinisikan dengan jelas. Misalnya, norma-norma untuk
penampilan fisik. Kita semua berpakaian , namun beberapa sering kita dengan
sengaja berpakaian untuk sebuah situasi tertentu? Beberapa kali seorang teman
member komentar terhadap penampilan kita ? persepsi receiver mengenai niat ini
sudah cukup untuk memenuhi persyaratan guna mendefinisikan komunikasi
nonverbal.
Perbedaan-perbedaan
Simbolik (Symbolic Differences)
Komunikasi verbal
dengan sifat-sifatnya merupakan suatu bentuk
komunikasi yang diantarai (mediated form of communication). Dalam
arti kita mencoba mengambil kesimpulan terhadap makna apa yang diterapkan pada
suatu pilihan kata. Kata-kata yang digunakan adalah abstraksi yang telah
disepakati maknanya, sehingga komunikasi verbal bersifat intensional dan harus
‘dibagi’ diantara orang-orang yang terlibat dalam tindak komunikasi.
Sebaliknya, komunikasi non-verbal lebih alami, ia beroperasi sebagai norma dan perilaku
yang didasarkan pada norma. Mehrabian menjelaskan bahwa komunikasi verbal
dipandang lebih eksplisit dibanding bahasa non-verbal bersifat implicit.
Artinya, isyarat-isyarat verbal dapat didefinisikan melalui sebuah kamus yang
eksplisit dan lewat aturan-aturan sintaksis, namun hanya ada penjelasan yang
samar-samar dan informal mengenai signifikansi beragam perilaku non-verbal.
Mengakhiri bahasan mengenai perbedaan simbolik ini,
kita mencoba untuk melihat ketidaksamaan antara tanda (sign) dengan lambang
(symbol). Tanda adalah sebuah representasi alami dari suatu kejadian
atau tindakan. Ia adalah apa yang kita lihat atau rasakan. Sendangkan lambang
mempresentasikan tanda melalui abstraksi.
Komunikasi verbal
lebih spesifik dari bahasa non-verbal, dalam arti ia dapat dipakai untuk
membedakan hal-hal yang sama dalam sebuah cara yang berubah-ubah, sedangkan
bahasa kontroversi lebih mengarah pada reaksi-reaksi alami seperti perasaan
atau emosi.
Mekanisme
Pemprosesan
Perbedaan ketiga antara komunikasi verbal dan
non-verbal berkaitan dengan bagaimana kita memproses informasi. Semua informasi
termasuk komunikasi diproses melalui
otak, kemudian otak kita tersebut menafsirkan informasi ini lewat pikiran yang berfungsi
mengendalikan perilaku-perilaku fisiologis (refleks) dan sosilogis (perilaku
yang dipelajari dan perilaku social).
Satu perbedaan utama dalam pemrosesan ada dalam tipe
informasi pada setiap belahan otak. Secara tipikal, belahan otak sebelah kiri adalah tipe informasi yang lebih tidak berkesinambungan dan berubah-ubah,
sementara belahan otak sebelah kanan,
tipe informasinya lebih berkesinambungan
dan alami.
Berdasarkan pada perbedaan tersebut, pesan-pesan
verbal dan non-verbal berbeda dalam konteks struktur pesannya. Komunikasi
non-verbal kurang terstruktur. Aturan-aturan yang ada ketika berkomunikasi
secara non-verbal adalah lebih sederhana dibanding komunikasi verbal yang
mempersyaratkan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis. Komunikasi non-verbal
secara tipikal diekspresikan pada saat tindak komunikasi berlangsung.
Tidak seperti komunikasi masa lalu atau komunikasi
masa mendatang. Selain itu, komunikasi non-verbal mempersyaratkan sebuah
pemahaman mengenai konteks dimana interaksi tersebut terjadi, sebaliknya
komunikasi verbal justru menciptakan konteks tersebut.
Beberapa
Pendekatan dalam Teori Komunikasi Non-verbal
Permulaan dari studi komunikasi non-verbal modern
seringkali diidentifikasikan dengan karya Darwin, "The Expression of Emotions in Man and Animals".
Perhatian Darwin terhadap komunikasi non-verbal terutama berkaitan dengan
fungsinya sebagai sebuah teori untuk menjelaskan mengenai penampilan (theory of
performance), sebuah cara berpidato yang mengindentifikasikan suasana hati,
sikap atau perasaan.
Dari karya Darwin ini, perhatian komunikasi
non-verbal telah memunculkan kajian antar disiplin. Dari hasil karyanya pula,
telah dikembangkan tiga perspektif
teoritis, yaitu the ethological approach (studi mengenai
kesamaan-kesamaan antara perilaku manusia dengan perilaku binatang), the
anthropological approach dan the functional approach.
1.
Ethological Approach
(Pendekatan Etologi)
Menurut Darwin, emosi manusia seperti halya emosi
dari binatang dapat dilihat dari wajahnya. Darwin mengasumsikan bahwa komunikasi
non-verbal dari makhluk hidup yang berbeda sebenarnya adalah sama. Orang-orang
yang mendukung pandangannya seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa
ekspresi non-verbal pada budaya manapun esensinya sama, karena komunikasi
non-verbal tidak dipelajari, ia adalah bagian alami dari keberadaan manusia.
Dua contoh etologis yang sering disebut-sebut adalah senyuman dan ekspresi wajah yang dapat ditemukan pada kultur
manapun juga.
2.
Teori Struktur
Kumulatif
Dalam teorinya ini, Ekman dan Friesen memfocuskan
analisisnya pada makna yang diasosiasikannya dengan kinesic. Teori mereka
disebut 'cumulative structure'
atau ‘meaning centered’ karena
lebih banyak membahas mengenai makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan
ekspresi wajah ketimbang struktur perilaku. Mereka beranggapan bahwa seluruh
komunikasi non-verbal merefleksikan dua hal: apakah suatu tindakan yang
disengaja dan apakah tindakan harus menyertai pesan verbal.
Hal ini dapat dicontohkan pada kasus ketika
seseorang menceritakan kepada gerak tangannya yang menunjukkan tinggi dan
ekpresi wajah yang gembira. Gerak tangan yang menunjukkan tinggi ini tidak akan
memiliki arti tanpa disertai ungkapan verbal, jadi tindakan ini disengaja dan
memiliki makna tertentu. Lain halnya dengan wajah yang gembira, yang dapat
berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa bantuan pesan verbal. Meskipun
demikian, kedua tindakan tersebut telah manambahkan kepada makna yang berkaitan
dengan interaksi antara kedua orang tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen
disebut sebagai ‘expressive
behavior’.
Selanjutnya, Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori dari expressive behavior
yaitu emblem, illustrator, regulator dan penggambaran perasaan, dimana
masing-masing memberikan kedalaman pada makna yang berkaitan dengan situasi
komunikasi.
Emblem adalah gerakan
tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang
disengaja, dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan pesan verbal. Contohnya
adalah setuju, pujian atau ucapan selamat jalan yang dapat digantikan dengan
anggukan kepala, acungan jempol, atau lambaian tangan.
Illustrator
adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang mendukung dan melengkapi pesan
verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk
menunjukkan bahwa yang dibicarakan adalah persoalan serius, atau gerakan tangan
yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan.
Regulator
adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan,
misalnya giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari regulator dalam percakapan
antara lain adalah senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat
alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang kesemuanya berperan dalam mengatur
arus informasi pada suatu situasi percakapan.
Adaptor yaitu tindakan
yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan
kenyamanan batu tubuh atau emosi. Terdapat dua subkategori dari adaptor, yaitu ‘self’ (seperti menggaruk kepala,
menyentuh dagu atau hidung) dan ‘object
(menggigit pensil, memainkan kunci). Perilaku ini biasanya dipandang sebagai
refleksi kecemasan atau perilaku negatif.
Pengambaran emosi atau effect display yang dapat disengaja
maupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut
Ekman dan Friesen, terdapat tujuh
bentuk affect display yang berbeda dapat diungkap secara bersamaan dan
bentuk seperti ini disebut affect
blend.
3.
Teori Tindakan (Action
Theory)
Morris juga mengemukakan suatu pandangan mengenai
kinesic yang lebih didasarkan pada tindakan. Dia mengasumsikan bahwa perilaku
tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi ke dalam suatu rangkaian panjang
peristiwa yang terpisah-pisah. Menurutnya, terdapat lima kategori yang berbeda dalam
tindakan yaitu;
1. Inborn (pembawaan) merupakan
instink yang memiliki sejak lahir, seperti perilaku menyusu
2. Discovered (ditemukan),
diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetic tubuh, seperti
menyilangkan kak
3. Absorp (diserap), diperoleh
secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain (biasanya teman) seperti
meniru ekspresi atau gerakan seseorang.
4. Trained (dilatih),
diperoleh dengan belajar, seperti berjalan, mengetik, dan sebagainya.
5. Mixed (campuran), diperoleh
melalui berbagai macam cara yang mencakup keempat hal di atas.
4.
Anthropological
Approach (Pendekatan Antropologi)
Pendekatan antropologis menganggap komunikasi
non-verbal terpengaruh oleh kultur atau masyarakat, dan pendekatan ini diwakili
oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell
dan Edward T. Hall.
5.
Analogi Lingustik
Dalam teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa
komunikasi non-verbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal.
Bahasa distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang
disebut dengan kata. Kombinasi kata dalam suatu konteks akan membentuk kalimat,
dan berikutnya kombinasi kalimat akan membentuk paragraph. Birdwhistell
mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi dalam konteks non-verbal, yaitu
terdapat ‘bunyi non-verbal’ yang disebut allokines (suatu gerakan tubuh terkecil yang sering kali tidak
dapat dideteksi). Kombinasi allokines akan membentuk kines dalam suatu bentuk
yagn serupa dengan bahasa verbal, yang dalam teori ini disebut sebagai analogi
linguistic.
6.
Analogi Kultural
Analogi cultural yang dikemukakan oleh Edward T. Hall
membahas komunikasi non-verbal dari aspek proxemics dan chronemics. Teori Hall mengenai proxemics mengacu
kepada penggunaan ruang sebagai ekspresi specific dari kultur. Teori Hall
mencakup batasan-batasan mengenai ruang
yang disebutnya sebagai lingkungan,
territorial, dan personal. Lebih lanjut dia mengemukakan adanya tiga
jenis ruang masing-masing dengan norma dan ekspektasi yang berbeda, yaitu
informal space, ruang terdekat yang mengitari kita (personal space), fixed
feature space yaitu benda disekitar lingkungan dekat kita yang realatif sulit
bergerak atau dipindahkan seperti rumah, tembok dan lain-lain.
Semifixed-feature space yaitu barang-barang yang dapat dipindahkan yang berada
dalam fixed-feature space.
Salah satu aspek terpenting dari teori Hall adalah
kajiannya mengenai preferensi dalam
personal space. Menurutnya, preferensi ruang seseorang ditentukan oleh tujuh faktor yang saling berkaitan
yang tedapat dalam tiap kultur. Yang pertama adalah Jenis kelamin dan posisi dari
setiap orang yang saling berinteraksi, yaitu lelaki atau perempuan dan apakah
mereka duduk, berdiri dan sebagainya. Kedua, sudut pandang yang terbentuk oleh bahu dan dada/pungung dari orang
yang berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan (factor kinesthetic).
Ketiga, sentuhan dan jenis sentuhan
(factor zero-proxemic). Keempat, frekuensi
dan cara-cara kontak mata (factor visual code). Kelima, persepsi tentang panas tubuh yang
dapat dirasakan ketika berinteraksi (factor thermal code). Keenam, odor atau bau yang tercium ketika berinteraksi.
Tujuh, kerasnya atau volume
suara dalam interaksi.
Dalam analisisnya mengenai chronemics atau waktu
sebagai salah satu tanda non-verbal, Hall mengemukakan bahwa norma-norma waktu
ditentukan dalam berbagai kultur dalam bentuknya yang berbeda-beda. Waktu
memiliki apa yang disebut dengan formal-time,
informal-time, dan technical-time. Formal-time mencakup susunan dan
siklus, memiliki nilai, memiliki durasi dan kedalaman. Informal time biasanya
didefinisikan secara longgar dalam kultur, dan bekerja pada tataran psikologis
dan sosiologis serta diungkapkan melalui individu atau kelompok.
3.
BENTUK
KOMUNIKASI
Bentuk komunikasi dapat dilakukan
dalam bentuk seperti
berikut.
A B Komunikasi tunggal
timbal balik
A B C D E Komunikasi searah
Berantai
(chain)
A
B C D
A
E F
H I B
C
K
Komunikasi Y
A G
|
B
F
komunikasi roda (wheel)
komunikasi segala arah (star)
A
Komunikasi gosip
Gambar .
Bentuk Komunikasi
Hambatan-hambatan Komunikasi
Ada beberapa hal yang
dapat menjadi penghambat atau penghalang dalam proses berkomunikasi. Penghambat tersebut dikenal dengan istilah barrier, noises,
atau bottle neck communication.
4.
TEKNIK BERKOMUNIKASI SECARA EFEKTIF
Untuk menjadi komunikator dan
komunikan yang baik, atasilah hambatan-hambatan komunikasi tersebut. Di samping
itu jadilah: (1) pendengar yang baik,
(2) pembicara yang efektif, (3)pembaca yang baik, (4) penulis yang baik.
Cara Menjadi
Pendengar yang baik
Jadilah ACTIVE
LISTEN yaitu singkatan dari:
Attention
(penuh perhatian)
Concern
(tertarik)
Timing (pilih waktu yang tepat)
Involvement (merasa turut terlibat)
Vocal tones (irama suara memiliki saham 38% terhadap komunikasi)
Eyes
contact (adakan kontak mata)
Look (lihat bahasa tubuh)
Interest (tunjukkan minat)
Summarize (singkat intisari pesan)
Territory (batasi hal-hal penting)
Empathy (penuh perasaan)
Nod (mengangguklah tanda Anda sudah memahami atau setuju).
(Verma,1988).
Cara menjadi pembicara yang baik
1)
Kuasai
materi yang akan dibicarakan
2)
Buat
sistematika pembicaraan (pembukaan, isi, dan penutup)
3)
Usahakan
isi pesan bermakna dan berkesan bagi pendengar
4)
Siapkan
diri agar tampil dalam keadaan segar bugar dan bersemangat.
5)
Berpakaian
yang sopan dan rapi
6)
Timbulkan rasa percaya diri, anggap Andalah yang
paling menguasai materi pembicaraan dibandingkan dengan pendengarnya.
7)
Lakukan
kontak mata untuk meningkatkan komunikasi
8)
Konsentrasi pada materi pembicaraan.
9)
Gunakan
bahasa yang jelas dan mudah dipahami pendengarnya (disesuaikan dengan kemampuan
pendengarnya)
10) Berbicara jangan terlalu cepat atau terlalu lambat.
11) Memberi tekanan nada suara (intonasi) pada bagian-bagian
yang penting agar tidak monoton.
12) Gunakan variasi gerakan badan, dan mimik wajah
13) Gunakan multi media bervariasi pada presentasi
14) Adakan pertanyaan untuk umpan balik.
15) Gunakan homor seperlunya
yang relevan dan sopan agar suasana menjadi tidak membosankan.
Albert Meharabian
memberikan rumus komunikasi sebagai berikut.
Pengaruh
pesan keseluruhan = kata-kata (7%) + nada suara
(38%) + mimik wajah (55%).
Sebagai pembicara yang baik menurut Verma (1996) harus memenuhi tiga
langkah: (1) pendahuluan (katakan apa yang akan dikatakan), (2) menerangkan
(jelaskan sesuatu), dan (3) ringkasan (sampaikan inti yang telah Anda katakan
tadi).
Cara
menjadi penulis surat yang baik
1)
Kuasai
substansi yang akan ditulis
2)
Kuasai
dan terapkan pedoman format surat dinas yang berlaku.
3)
Kuasai
bahasa.
Cara menjadi pembaca yang baik
Gunakan PQRST atau SQ3R. Prereview
(melihat keseluruhan bahan bacaan biasanya melalui daftar isi), Questions (bertanya
dalam hati, “Mana yang perlu dibaca atau mana yang dibutuhkan”.? . Read (Baca), Self-evaluation (adakan
penilaian sendiri, bacaan mana yang cocok untuk diterapkan sesuai dengan sosial
budaya kita), Test (uji penerapan bacaan itu berdasarkan data lapangan).
Atau dapat
pula menggunakan prinsip SQ3R yaitu Survey = prereview di atas, Question,
Read, Review.
Setiap leader atau manajer
suka atau tidak suka selalu terlibat dalam rapat (meeting). Dalam rapat terjadi komunikasi. Agar komunikasi rapat efektif, Verma
(1996) memberikan sarannya seperti singkatan GREAT berikut ini.
Goals (tujuan rapat harus memenuhi kriteria smart
(specific,measurable,
achievement, Results-oriented, and timely).
Roles
and Rules; Peran dan aturan main dipatuhi.
Expectation (harapan
haarus didefinisikan dengan jelas)
Agendas (agenda harus
dibagikan)
Timely (waktu adalah uang
menjadi sensitif bagi anggota untuk mematuhi
jadwal hadir. Tentukan jam berapa mulai dan berakhirnya rapat).
Teknik
komunikasi persuasif
Istilah
persuasi bersumber pada perkataan Latin persuasion.
Kata kerjanya adalah persuader
yang berarti membujuk, mengajak, merayu.
Para
ahli komunikasi sering kali menekankan bahwa persuasi adalah kegiatan
psikologis. Penegasan ini dimaksudkan untuk mengadakan perbedaan dengan koersi.
Tujuan persuasi dan koersi adalah sama yakni untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku, tetapi jika persuasi dilakukan dengan halus, luwes, yang
mengandung sifat-sifat manusiawi, koersi mengandung sanksi. Perintah ,
instruksi , suap, pemerasan adalah koersi.
Akibat
dari kegiatan koersi adalah perubahan sikap, pendapat, perilaku dengan perasaan terpaksa karena diancam.
Sedangkan akibat kegiatan persuasi adalah kesadaran, kerelaan dengan perasaan
senang.
Sehubungan
dengan proses komunikasi persuasif, berikut ini adalah teknik teknik yang dipilih:
a. Teknik
asosiasi
Teknik
asosiasi adalah penyajian pesan komunikasi dengan menumbupangkannya pada suatu
objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak.Teknik ini sering
dilakukan oleh kalangan bisnis atau kalangan politik.
b. Teknik
integrasi
Teknik
integrasi maksudnya adalah kemampuan komunikator untuk menyatukan diri secara
komunikatif dengan komunikan. Ini berarti bahwa, melalui kata-kata verbal atau
nirverbal, komunikator menggambarkan bahwa ia “senasib” dan karena itu menjadi
satu dengan komunikan.
Teknik
ini biasa digunakan oleh redaktur surat kabar dalam menyusun tajuk rencana. Di
situ selalu dikatakan “kita”, bukan “kami” yang berarti pemikiran yang
dituangkan ke dalam tajuk rencana buka halnya pemikiran redaksi saja, melainkan
juga pendapat dari pembaca.
c. Teknik
ganjaran
Teknik
ganjaran adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain dengan cara
mengiming-iming hal yang menguntungkan atau hal yang menjanjikan harapan.
d. Teknik
tataan
Yang
dimaksudkan dengan tataan disini sebagai terjemahan dari icing adalah upaya menyusun pesan komunikasi sedemikian rupa,
sehingga enak didengar atau dibaca serta termotivasikan untuk melakukan
sebagaimana disarankan oleh pesan tersebut.
e. Teknik
red-herring
Istilah
red-herring sukar diterjemahkan ke
dalam Bahsa Indonesia, sebab red-herring adalah nama ikan yang hidup di samudra
Atlantik Utara.jenis ikan ini terkenal dengan kebiasaannya dalam membuat gerak
tipu ketika diburu binatang lain atau manusia.
Dalam
hubungannya dengan komunikasi persuasif adalah seni seseorang komunikator untuk
meraih kemenangan dalam perdebatan dengan mengelakkan argumentasi yang lemah
untuk kemudian mengalihkannya. Jadi teknik ini dilakukan pada saat komunikator
berada dalam posisi yang terdesak.
5.
ETIKA KOMUNIKASI
Hak untuk berkomunikasi di ruang publik merupakan
hak yang paling mendasar. Jika hak itu tidak dijamin akan memberi kebebasan
berpikir sehingga tidak mungkin bisa ada otonomi manusia. Hak untuk
berkomunikasi di ruang publik ini idak bisa dilepaskan dari otonomi demokrasi yang
didasarkan pada kebebasan untuk berekspresi (B. Libois, 2002: 19). Jadi, untuk
menjamin otonomi demokrasi ini hanya mungkin apabila hak untuk berkomunikasi di
publik dihormati. Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya untuk menjamin
otonomi demokrasi tersebut.
Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalah
prilaku aktor komunikasi (wartawan, editor, agen iklan, dan pengelola rumah
produksi). Etika komunikasi berhubungan juga dengan praktek institusi, hukum,
komunitas, struktur sosial, politik dan ekonomi. Lebih dari itu, etika
komunikasi selalu dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu antara kebebasan
berekspresi dan tanggung jawab terhadap pelayanan publik itu. Etika komunikasi
memilik tiga dimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu
1.Aksi komunikasi
Aksi komunikasi yaitu dimensi yang langsung terkait
dengan perilaku aktor komunikasi. Perilaku aktor komunikasi hanya menjadi salah
satu dimensi etika komunikasi, yaitu bagian dari aksi komunikasi. Aspek etisnya
ditunjukkan pada kehendak baik ini diungkapkan dalam etika profesi dengan
maksud agar ada norma intern yang mengatur profesi. Aturan semacam ini terumus
dalam deontologi jurnalisme.
Mudah sekali para aktor komunikasi mengalihkan
tanggung jawab atau kesalahan mereka pada sistem ketika dituntut untuk
mempertanggungjawabkan elaborasi informasi yang manipulatif, menyesatkan publik
atau yang berbentuk pembodohan.
2. Sarana
Pada tingkat sarana ini, analisis yang kritis,
pemihakan kepada yang lemah atau korban, dan berperan sebagai penengah diperlukan
karena akses ke informasi tidak berimbang, serta karena besarnya godaan media
ke manipulasi dan alienasi. Dalam masalah komunikasi, keterbukaan akses juga
ditentukan oleh hubungan kekuasaan. Pengunaan kekuasaan dalam komunikasi
tergantung pada penerapan fasilitas baik ekonomi, budaya, politik, atau
teknologi (bdk. A. Giddens, 1993:129). Semakin banyak fasilitas yang dimiliki
semakin besar akses informasi, semakin mampu mendominasi dan mempengaruhi
perilaku pihak lain atau publik. Negara tidak bisa membiarkan persaingan kasar
tanpa bisa membiarkan persaingan kasar tanpa penengah diantara para aktor
komunikasi maupun pemegang saham. Pemberdayaan publik melalui asosiasi warga
negara, class action, pembiayaan penelitian, pendidikan untuk pemirsa, pembaca
atau pendengar agar semakin mandiri dan kritis menjadi bagian dari perjuangan
etika komunikasi.
3. Tujuan
3. Tujuan
Dimensi tujuan menyangkut nilai demokrasi, terutama
kebebasan untuk berekspresi, kebebasan pers, dan juga hak akan informasi yang
benar. Dalam negara demokratis, para aktor komunikasi, peneliti, asosiasi warga
negara, dan politisi harus mempunyai komitmen terhadap nilai kebebasan
tersebut. Negara harus menjamin serta memfasilitasi terwujudnya nilai tersebut.
Menjamurnya Sarana Komunikasi
Menjamurnya Sarana Komunikasi
Menjamurnya sarana komunikasi, terbentuknya sistem
media yang beragam dan kompetitif mempengaruhi media komunikasi politik. Sistem
media komunikasi politik ini diwarnai oleh tiga hal: pertama, kelahiran
berbagai bentuk jurnalistik. Kedua, teknologi ini memungkinkan tersedianya
setiap saat berita baru melalui sistem penyebaran internet dan sumber informasi
lainnya. Ketiga, sistem komunikasi, organisasi, dan aliran komunikasi massa
tidak lagi didefenisikan oleh batas-batas negara. Teknologi satelit memperluas
dan mempercepat penayangan kejadian ke seluruh penjuru dunia.
Tersedia informasi, semakin mudahnya akses, luasnya
sumber informasi, mudahnya mekanisme pertukaran pendapat/informasi mengubah
harapan masyarakat dan meningkatkan kesadaran kritis mereka. Semakin banyak pula
saluran yang memberi banyak pilihan kepada masyarakat untuk mengikuti politik,
tidak hanya pemerintah saja. Politik harus bersaing pula dengan proglam
lainyang tidak kalah menariknya, seperti hiburan, olahraga, selebriti, dan
mode.
Jurnalisme politik harus mampu bersaing untuk merebut hati para audiencenya. Karena semakin luasnya ranah jurnalisme, bentuk persaingan itu memacu semakin banyak pemain yang terlibat atau para pembuat berita dalam jurnalisme politik: narasumber, wartawan investigatif, tabloid, website, dan rakyat biasa.
Jurnalisme politik harus mampu bersaing untuk merebut hati para audiencenya. Karena semakin luasnya ranah jurnalisme, bentuk persaingan itu memacu semakin banyak pemain yang terlibat atau para pembuat berita dalam jurnalisme politik: narasumber, wartawan investigatif, tabloid, website, dan rakyat biasa.
Prinsip Pelayanan Publik
Betapapun prioritas pada orientasi keuntungan, suatu
media masih tetap membutuhkan legitimasi yang hanya bisa didapat jika ada
manfaat publik. Jika tidak sepenuhnya benar pernyataan yang mengatakan bahwa
media di bawah kontrol pemerintah hanya melayani pemerintah dan media swasta
hanya melayani kepentingan pemodal.
Pelayanan publik adalah semua kegiatan yang pemenuhannya harus dijamin, diatur, dan diawasi oleh pemerintah karena pemenuhannya diperlukan untuk pewujudan dan perkembangan saling ketergantungan sosial, dan pada hakikatnya, perwujudan sulit terlaksana tanpa campur tangan kekuatan pemerintah (B. Libois, 2002: 139).
Pelayanan publik adalah semua kegiatan yang pemenuhannya harus dijamin, diatur, dan diawasi oleh pemerintah karena pemenuhannya diperlukan untuk pewujudan dan perkembangan saling ketergantungan sosial, dan pada hakikatnya, perwujudan sulit terlaksana tanpa campur tangan kekuatan pemerintah (B. Libois, 2002: 139).
Pelayanan publik dapat dimengerti sebagai
pengambilalihan tanggung-jawab oleh kolektivitas atas sejumlah kekayaan,
kegiatan atau pelayanan yang harus lepas dari logika kepemilikan pribadi atau
swasta dan harus dihindarkan dari tujuan melulu mencari keuntungan.
Etika Komunikasi di Dalam Situasi Konflik
Etika Komunikasi di Dalam Situasi Konflik
Orang sering menyembunyikan dan protes terhadap
media massa tertentu karena dianggap memanipulasi berita. Para pemimpin redaksi
dan wartawan dihadapkan dengan masalah pada situasi konflik. Mereka sering
dituduh, disatu pihak, ikut mengobarkan kebencian dan konflik melalui media, di
lain pihak, berkat wartawan. Orang mendapat informasi mengenai suatu kejadian.
Semua orang tahu peran media adalah mempunyai dan
membentuk opini. Membentuk opini dalam situasi konflik perlu diterjemahkan
dalam perannya meredakan ketegangan. Berita seharusnya mencerminkan peran juru
bicara derita kemanusiaan. Maka, toleransi perlu diciptakan. Toleransi dalam
situasi konflik harus lebih konkrit yaitu berpihak pada korban. Siapa pun
korban itu kalau demi korban harus dibela.
Jika sudah amplop yang sudah berperan dalam
pembusukan wartawan atau redaksi. Pada situasi seperti ini, integritas moral
dan sikap kritis jajaran redaksi dan wartawan sedang di uji.
Salah satu kenyataan yang harus diperhitungkan adalah bahwa pers adalah perusahaan. Koran, majalah atau informasi audiovisual yang memiliki, di satu pihak, pemegang saham, dilain pihak, redaksi yang terdiri dari wartawan profesional. Cukup sering kepentingan utama pemegang saham tidak sesuai dengan deontologi yang mengatur profesi wartawan. Lebih-lebih kepentingan pemegang saham sangat beragam. Ada yang lebih menekankan keberhasilan ekonomi, ada yang memberi prioritas pada kepentingan politik, ada yang menekankan humanisme.
Ketegangan bisa mewarnai hubungan antara tim manajemen dan tim redaksi. Orientasi pasar makin memperparah ketegangan dan merugikan upaya untuk memberi prioritas pada kebenaran. Terjadi destabilisasi keseimbangan hubungan antara penguasa keuangan dan intelektual. Media yang berkelangsungannya dipertaruhkan dengan demikian akan mudah dikontrol. Media selain menghadapi konflik intern juga mneghadapi tekanan dari berbagai institusi dan organisasi yang
Salah satu kenyataan yang harus diperhitungkan adalah bahwa pers adalah perusahaan. Koran, majalah atau informasi audiovisual yang memiliki, di satu pihak, pemegang saham, dilain pihak, redaksi yang terdiri dari wartawan profesional. Cukup sering kepentingan utama pemegang saham tidak sesuai dengan deontologi yang mengatur profesi wartawan. Lebih-lebih kepentingan pemegang saham sangat beragam. Ada yang lebih menekankan keberhasilan ekonomi, ada yang memberi prioritas pada kepentingan politik, ada yang menekankan humanisme.
Ketegangan bisa mewarnai hubungan antara tim manajemen dan tim redaksi. Orientasi pasar makin memperparah ketegangan dan merugikan upaya untuk memberi prioritas pada kebenaran. Terjadi destabilisasi keseimbangan hubungan antara penguasa keuangan dan intelektual. Media yang berkelangsungannya dipertaruhkan dengan demikian akan mudah dikontrol. Media selain menghadapi konflik intern juga mneghadapi tekanan dari berbagai institusi dan organisasi yang
merasa terancam dengan sikap kemandirian dan sikap
kritisnya.
Sering kali opini sangat dipengaruhi oleh opini pembaca atau pemirsa, tidak hanya pemilik saham. Pandangan ini ditegaskan oleh James Curran dengan alasan : pertama, pemilik media perlu mempertahankan kepentingan pembaca agar tetap diminati; kedua, pemilik dan staf redaksi ingin mendapatkan legitimasi publik untuk menghindari sanksi masyarakat; ketiga, media sangat dipengaruhi oleh kepribadian profesional dari stagnya. Ketiga pertimbangan ini menunjukkan adanya kekuatan yang bisa melawan subordinasi media oleh komitmen politik dan kepentingan ekonomi pemegang saham.
Sering kali opini sangat dipengaruhi oleh opini pembaca atau pemirsa, tidak hanya pemilik saham. Pandangan ini ditegaskan oleh James Curran dengan alasan : pertama, pemilik media perlu mempertahankan kepentingan pembaca agar tetap diminati; kedua, pemilik dan staf redaksi ingin mendapatkan legitimasi publik untuk menghindari sanksi masyarakat; ketiga, media sangat dipengaruhi oleh kepribadian profesional dari stagnya. Ketiga pertimbangan ini menunjukkan adanya kekuatan yang bisa melawan subordinasi media oleh komitmen politik dan kepentingan ekonomi pemegang saham.
Bisa dianggap naif bila melebih-lebihkan peran
pembaca atau audience. Pembaca/pendengar/pemirsa cenderung reaktif dari pada
proaktif. Mereka lebih memilih atau bereaksi terhadap apa yang ada di pasar
atau yang disajikan dari pada berinisiatif mengusulkan sesuatu. Dan dari
luasnya pilihan di pasar rill bisa diperkirakan sejauh mana kekuasaan konsumen
itu efektif.
Selain itu, perlu diperhitungkan pula bahwa cek dan
keseimbangan memang bisa diciptakan untuk melindungi media dari campur tangan
negara karena budaya politik demokrasi akan sangat kritis bila pemerintah
dirasa campur tangan membatasi kebebasan media. Namun, tidak demikian halnya
kalau pembatasan itu datang dari pemilik saham lebih celaka lagi, para pembaca,
pendengar atau pemirsa yang secara kolektif bersiteguh menginginkan pers yang
bebas dan berani, justru sering menunjukkan sikap tidak toleran bila informasi
atau analisis yang dipublikasikan menganggumereka entah secara individual atau
kelompok. Mereka tidak puas hanya protes, cukup sering mereka datang dengan
ancaman yang cukup serius. Pena menawarkan, pembaca menentukan. Kehendak untuk
mengahalangi media guna menyatakan opini selalu menghadapi ancaman kekerasan.
Banyak wartawan harus menghadapi terorisme intelektual dan terorisme fisik.
Meskipun orang sering mendengar di antara wartawan terdapat juga yang melakukan
pemerasan terhadap sumber berita.
Persoalam yang paling penting adalah menghadapi
sumber berita kontraversial. Kontraversial dalam arti bahwa sumber berita
sering terlibat dalam kasus kekerasan, dikaitkan secara langsung atau tidak
dengan berbagai kerusuhan karena ideologi rasis atau fanatisme agama yang
terang-terangan menafikan kelompok lain.
Dari kebutuhan akan sensasi, berita semacam itu
memang layak jual di pasaran. Redaksi tentu sudah tahu bahwa pertama-tama bukan
kolom opini atau editorial yang membentuk opini masyarakat, tetapi berita.
Situasi ini menempatkan media dalam dilema: di satu pihak, memprioritaskan
perjuangan melalui wacana.
Protes terhadap media bukan lagi hanya bahwa media
telah memperlakukan dalam posisi sama antara pelaku kejahatan dan korban. Tetapi
lebih dari itu, media tertentu telah memihak pelaku kekerasan. Dalam konteks
ini, bisakah diberlakukan asas praduga tak bersalah sering menjadi awal
viktimisasi kedua bagi korban. Kewajiban media dalam situasi konflik adalah
sebagai saksi, dan lebih dari itu, media dituntut memihak pada korban. Dengan
demikian, tidak mungkin media tidak mengambil sikap. Setidak-tidaknya memberi
penjelasan terhadap wacana yang berkembang.
Berbicara etika komunikasi, perlu memperhitungkan
bahwa media berjuang juga untuk bisa bertahan secara ekonomis dan sekaligus
bisa tetap hidup sebagai pemberi informasi. Masyrakat kita sekarang adalah
masyarakat komunikasi. Tidak ada kekuasaan baik politik, ekonomi, agama atau
pendidikan yang bisa lepas dari strategi komunikasi. Komunikasi dipahami
sebagai informasi yang diorganisir, informasi yang di kontrol, dan informasi
yang diarahkan. Memberi informasi lebih dari sekedar berkomunikasi, tetapi
mengurai, mengeksplisitkan, dan menyingkap. Dengan kata lain, harus berani
mempertanyakan komunikasi yang menjadi dominan di masyarakat.
Analogi Ekonomi dan Etika
Masyarakat seharusnya mengekang diri dengan
mengunakan hukum untuk membungkam kritik atau memberi sanksi kepada yang tidak
menghendaki konfirmitas. Kebebasan individu untuk berekspresi, memilih gaya
hidup dan konflik yang ditimbulkan merupakan dinamika perkembangan masyarakat.
Masyarakat memperkuat dirinya dengan mengembangkan individu anggotanya (M.
Tebbit, 2002:117). Maka, politik yang cenderung memihak negara atau partisipan
kelompok masyarakat tertentu harus diubah menjadi politik yang berpihak kepada
warga negara.
Prinsip demokratis, mayoritas yang menentukan, bila
diberlakukan dalam hal etika perlu mempertimbangkan analogi Dworkin. Sama
halnya mayoritas tidak boleh memonopoli semua sumber ekonomi hanya untuk
kelompoknya dan membiarkan yang lain kelaparan, demikian pula mayoritas tidak
dibenarkan mendominasi bidang etika sehingga kelompok minoritas sama sekali
dicabut dari haknya untuk ikut menentukan lingkungan etika hidupnya (ibid.,
124-125).
Televisi menjadi medium yang melahirkan masyarakat komunikatif yang kritis dan produktif. Masyarakat komunikatif yang dihidupi etika komunikasi, yakni cara berkomunikasi yang mempertimbangkan berbagai perspektif kesahihan norma. Yaitu kesahihan kebenaran dan kejujuran, kesahihan ketepatan ruang dan waktu, kesahihan norma dalam perspektif komprehensif. Sebutlah kesahihan etika komunikasi multikultur, etika jurnalistik, dan lainnya.
Ironisnya, industri penyiaran Indonesia selalu membela diri dengan dalih kehendak pasar yang diukur sistem rating sebagai pegas utama bisnis televisi dunia. Padahal, menjadi kenyataan, sistem rating dunia ditumbuhkan atas penghormatan terhadap etika komunikasi sebagai syarat utama perhitungan pasar yang dikelola dalam sistem rating. Artinya, sistem rating televisi Indonesia adalah pasar yang banal, jauh dari pasar demokrasi, hanya membela hak ekonomi tanpa melindungi konsumen.
Televisi menjadi medium yang melahirkan masyarakat komunikatif yang kritis dan produktif. Masyarakat komunikatif yang dihidupi etika komunikasi, yakni cara berkomunikasi yang mempertimbangkan berbagai perspektif kesahihan norma. Yaitu kesahihan kebenaran dan kejujuran, kesahihan ketepatan ruang dan waktu, kesahihan norma dalam perspektif komprehensif. Sebutlah kesahihan etika komunikasi multikultur, etika jurnalistik, dan lainnya.
Ironisnya, industri penyiaran Indonesia selalu membela diri dengan dalih kehendak pasar yang diukur sistem rating sebagai pegas utama bisnis televisi dunia. Padahal, menjadi kenyataan, sistem rating dunia ditumbuhkan atas penghormatan terhadap etika komunikasi sebagai syarat utama perhitungan pasar yang dikelola dalam sistem rating. Artinya, sistem rating televisi Indonesia adalah pasar yang banal, jauh dari pasar demokrasi, hanya membela hak ekonomi tanpa melindungi konsumen.
Semua perbuatan perlu berpandukan kepada nilai-nilai
murni yang dipanggil etika sebagai landasan yang menjamin perbuatan itu
membuahkan hasil-hasil yang baik. Di dalam semua jenis komunikasi
interpersonal, amalkan etikanya. Secara universal nilai-nilai itu ialah:
1. Bersikap Jujur
1. Bersikap Jujur
Apabila menceritakan perasaan, ceritakan dengan
jujur apa sebenarnya perasaan yang dirasai. Kalau tersinggung, katakan
tersinggung. Gunakan ayat “saya.” Katakan dengan jujur “Saya rasa tersinggung.”
Jangan katakan tidak tersinggung. Kalau marah, katakan “Saya marah.” Kalau
tidak mahu, katakan “Saya tidak mahu.”
2. Tidak Menuduh
Jangan menuduh dan mempersalahkan sesiapa. Jangan
gunakan ayat “awak.” Jangan berkata “Kata-kata awak menyinggung perasaan saya.”
Ayat-ayat seperti ini menuduh orang itu bersalah menyebabkannya berasa begitu
ataupun begini. Ia akan menyebabkan hubungan menjadi tegang dan komunikasi
menjadi negatif.
3. Nilai Bersama
Ada kalanya seseorang berada di tengah-tengah
kelompok orang-orang yang mementingkan nilai-nilai bersama. Orang Melayu adalah
contoh orang-orang yang mementingkan kepentingan dan tujuan bersama, dan tidak
mementingkan tujuan peribadi. Dalam situasi seperti itu, janganlah bercakap
kerana hendak memperjuangkan perasaan sendiri. Ikut sama-sama bercakap demi
kepentingan semua orang ataupun, lebih baik diam sahaja.
4. Memberi Gambaran
Tepat
Sampaikan maklumat dengan tepat. Jangan memberi
maklumat palsu. Jangan berdusta. Jangan mengherot-perotkan maklumat. Jangan
sengaja menghilangkan sebahagian daripada maklumat itu. Jangan beri gambaran
yang salah.
5. Berkata Benar
Jangan sekali-kali mempunyai niat menipu dan
memperdaya orang itu.
6. Mematuhi Etika
6. Mematuhi Etika
Jangan mengumpat dan jangan bergosip, apabila
mendengar orang lain mengumpat, dengan lembut tegur orang itu, kalau tidak
berani, tingglkan tempat itu ataupun jangan dengar.
7.Selaras
Kata-kata mesti sama dengan apa yang gerak-geri kita ucapkan. Apabila mulut kita berkata “ya,” jangan pula kepala menggeleng-geleng. Kalau mulut berkata “tak mahu,” jangan pula suakan tangan mengambilnya.
7.Selaras
Kata-kata mesti sama dengan apa yang gerak-geri kita ucapkan. Apabila mulut kita berkata “ya,” jangan pula kepala menggeleng-geleng. Kalau mulut berkata “tak mahu,” jangan pula suakan tangan mengambilnya.
8. Tidak Menggangu
Jangan menyampuk dan memotong orang lain yang sedang
bercakap. Biarkan dia bercakap sampai habis, baru ambil giliran. Apabila orang
lain sedang bercakap berkenaan satu pekara, jangan pula menyebut
perkara-perkara lain yang tidak ada kaitan dengan apa yang disebutnya. Jangan
buat apa-apa yang mengganggu orang lain daripada bercakap dan mendengar dengan
tenang.
9. Bersikap Positif
Jangan bercakap berkenaan perkara-perkara negatif.
Jangan suka merungut dan mencari cacat-cela sebaliknya hendaklah sentiasa murah
dengan penghargaan dan pengiktirafan.
Efendy,Onong.1981.Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung:
Penerbit Alumni
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,
Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi,
Bandung:Remaja Rosdakarya.
Siregar,Sandi. 2006.Etika komunikasi. Jogjakarta: Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar